Jumat, 23 Agustus 2013

Manajemen Perubahan Mengantisipasi Pelaksanaan Kurikulum 2013


Tantangan serius bagi kepala sekolah di Indonesia dalam menghadapi rencana pelaksanaan kurikulum 2013 adalah menguasai keterampilan menerapkan manajemen perubahan. Menurut kajian manajemen  stratejik (Wheelen, Thomas L , Hunger David. 1995) implementasi perubahan dapat dilakukan  melalui empat tahap.Pertama menganalisis lingkungan atau  konteks perbuhan. Berdasarkan hasil analisis konteks  kepala sekolah menentukan kebutuhan pengembangan kompetensi  siswa agar yang sekolah rencanakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata pada saat ini maupun pada masa depan.
Kedua, merumuskan strategi  yang meliputi penentuan visi-misi, tujuan, indikator, dan cara untuk mecapai tujuan.  Pada tahap ini  perencana perlu memahami apa yang akan dikerjakan, apa tujuannya dan indikator keberhasilan apa yang ditetapkannya. Masalah utama di sini adalah dengan cara bagaimana mewujudkan target? Di sini berlaku kaidah, kepala sekolah yang memilih cara lama akan mendapatkan hasil yang sama pula dengan yang pernah dicapai.
Ketiga, menentukan program dan anggaran, serta melaksanakannya. Pada tahap ini kepala sekolah memastikan bahwa rencana kegiatan yang terpilih ditulis dalam dokumen program dan direalisasikan dalam kegiatan nyata. Yang kepala sekolah lakukan sesuai dengan skenario yang tertuang dalam program. Keempat, menjamin bahwa pelaksanaan program memenuhi target proses dan hasil yang telah ditentukan. Kepastian ini dibuktikan dengan mengolah data supervisi dan evaluasi. Karena itu, pelaksanaan supervisi merupakan bagian terpenting setelah rencana ditetapkan dan pelaksanaannya berproses.
Perubahan pada dasarnya untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Di sini berurusan dengan perbaikan mutu. Berkaitan dengan perbaikan mutu  dijelaskan  Prof. Deming sebagai proses yang tidak pernah berhenti. Konesenya terkenal dengan  PDCA (Plan, Do, Check, dan Act), yaitu renanakan, laksanakan, pantau, dan lakukan perbaikan.  PDCA digambarkan dalam lingkar siklus  berikut:
Pengelolaan kurikulum 2013, selain memerlukan rencana stratejik juga merupakan sistem pembaharuan mutu. Operasional teknisnya perlu  menetapkan program dalam empat langkah strategis, yaitu (1) merencanakan kegiatan  (2) melaksanakan kegiatan (3) melakukan telaah atau mengecek apakah proses kegiatan sesuai prosedur dalam rencana, (4) melakukan perbaikan proses. Langkah perencanaan selayaknya berangkat dari data pelaksanaan kurikulum sebelumnya. 
Dalam menghimpun data sebagai dasar pijakan program kepala sekolah dapat mengeksplorasi informasi dengan lima pertanyaan berikut:
  1. Apa yang kepala sekolah rencanakan dalam meningkatkan mutu pelayanan belajar pada pelaksanaan KTSP?
  2. Apa yang sesungguhnya kepala sekolah lakukan? Sesuai dengan rencanakah atau belum sesuai?
  3. Apakah kepala sekolah berhasil atau belum berhasil mencapai target program?
  4. Mengapa berhasil atau belum berhasil?
  5. Tindak lanjut apa yang sebaiknya kepala sekolah rencanakan melalui pelaksanaan kurikulum 2013?
Dari beberapa kali melaksanakan pelatihan kepala sekolah diperoleh informaasi sebagai berikut:
  • Para kepala sekolah, perserta pelatihan, menyatakan bahwa kandungan pada program jangka menengah dan program tahunan sekolah belum mecakup semua kegiatan strategis kepala sekolah. Para kepala sekolah menyatakan bahwa banyak hal yang kepala sekolah lakukan belum tertuang dalam program. Sebaliknya, beberapa komponen kegiatan belum tentu kepala sekolah realisasikan. Diakui banyak kepala sekolah bahwa program sekolah hanya untuk pemenuhan syarat formal administrasi.
  • Program yang direncanakan dan dapat direalisasikan sering tidak disertai dengan instrumen penilaian pencapaiannya. Banyak peserta menyatakan bahwa program berhasil jika telah dilaksanakan. Sementara analisis dampak melalui pelaksanaan pemantauan atau supervisi belum efektif dilaksanakan.
  • Para peserta menyatakan bahwa belum banyak program, seperti pengembangan kurikulum; peningkatan kompetensi pendidik dalam merencanan kurikulum, mengembangkan skenario penggunaan metode pembelajaran, menerapkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media pembelajaran, dan penilaian; pemantauan pelaksanaan tugas guru melalui kegiatan supervisi belum mencapai target yang kepala sekolah harapkan.
  • Ketika informasi tentang bukti berhasil atau belum berhasil para peserta menyatakan bahwa data tentang hal itu tidak terekam dengan cermat. Namun demikian, secara empirik merekan menyatakan bahwa target belum terwujud karena kepala sekolah belum terampil menerapkan konsep pelaksanaan tugas seperti yang seharusnya.
  •  Karena tiga hal di atas, maka para peserta pelatihan  kepala sekolah menyatakan belum puas dengan kinerja sekolahnya dalam meningkatkan efektivitas belajar siswa. Para kepala sekolah menyadari bahwa hingga saat ini belum berusaha optimal menjadi kepala sekolah yang baik.
Dengan adanya perubahan kurikulum berkembang pemikiran baru tentang kepentingan sekolah untuk beradaptasi terhadap berbagai bidang perubahan berikut:
Pertama: Perubahan Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) terstruktur dalam empat komponen, yaitu (1) SKL (2) Kompetensi Inti (KI) (3) Kompetensi Dasar (4) Indikator Pencapaian Kompetensi
Struktur KI meliputi (1) KI 1, Sikap keagamaan (2) KI 2,  Sosial kepribadian dan ahlak (3) KI 3,   Pengetahuan (4) KI 4,  Penerapan Pengetahuan. Dalam implementasinya KI 1, dan 2 tidak perlu diajarkan secara verbal tetapi guru gunakan untuk pedoman pengembangan ahlak dan karakter. KI 1, dan 2 mengarahkan guru dalam mengelola pembelajaran yang  mementingkan pembentukan ahlak dan karakter melalui penguatan pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan.
Pengetahuan  dikembangkan penguasaan  fakta, konsep, prosedur, metakognitif. Konsep ini mengacu pada buah pikiran Krathwohl (2000). Dilihat dari level kematangan berpikir, maka tingkat penguasaan terori dipetakan sebagai berikut:
  • SD: menguasai fakta dan konsep
  • SMP: menguasasi fakta, konsep, dan prosedur.
  • SMA/SMK: menguasai fakta, konsep, prosedur, dan metakognitif.
Perubahan Standar Isi:
Kuriulum baru dikembangkan secara holistik yang terintegasi pada lingkunan maupun kebutuhan hidup siswa. Penyajian materi pembelajaran menggunakan pendekatan tematik integratif pada semua jenjang kelas SD. Pada SMP terdapat perubahan khas IPA menjadi IPA terpadu dan IPS terpadu. Secara umum penyajian materi menggunakan pendekatan sainstifik dengan menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir.
Pengembangan kompetensi menyeimbangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diwujudkan dalam aktivitas belajar yang dapat diobservasi dalam sejumlah aktivitas berikut:
  • sikap  meliputi indikator operasional: menerima, mejalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan.
  • keterampilan meliputi indikator operasional : mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta.
  • pengetahuan yang meliputi indikator operasional mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,  dan mengevaluasi.
Jumlah mata pelajaran dikurangi, tetapi jam belajar untuk setiap mata pelajaran maupun keseluruhan ditambah. Jumlah mata  pelajaran di SD menjadi 6 MP dan untuk   SMP  menjadi 10 MP. Jam belajar di SD untuk kelas I, II, III masing masing 30, 32, dan 34 jam, dan untuk kelas IV,V dan VI adalah 36 Jam Pelajaran
Pembelajaran kontekstual dan terpadu mengandung makna bahwa materi yang siswa pelajari terintegrasi dengan pengalaman keseharian siswa. Proses ini menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam. Siswa mampu menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Masalah dikembangkan dari fenomena terkini sehingga masalah yang siswa hadap adalah hal baru dan bisa jadi belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Dengan cara itu mereka mendapatkan pengalaman belajar mengenai masalah nyata dalam hidupnya. Berdasarkan pengalaman itu, siswa mengintegrasikan pengetahuan yang mereka terima di sekolah dengan tantangan hidupnya yang nyata pada lingkungannya.
Ditekankan pula bahwa dii SMP, SMA, SMK menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media pembelajaran pada semua pelajaran. Informasi ini menyiratkan bahwa seluruh laboratorium komputer di sekolah  akan berubah fungsi dari tempat praktik menjadi media belajar. Perubahan ini mengubah komputer sebagai mata pelajaran menjadi media pembelajaran.
Ketiga Elemen Perubahan Proses Pembelajaran
Pembelajaran berpusat pada siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa aktif berinteraksi, beragumen, berdebat, dan berkolaborasi.  Guru menjadi fasilitator. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin dengan menggunakan pendekatan tematik-integratif di SD, pendekatan sains, dan kontekstual yang terencana pada jenjang berikutnya.
Proses pembelajaran berpusar sekitar tema sehingga memenbentuk jejaring pemikiran yang terintegrasi. Pikiran siswa dikembangkan secara terpadu dengan dukungan berbagai sumber; dari siapa saja, dari mana saja, dari internet, dari perpustakaan sekolah, dari hasil praktik di luar kelas, dari praktik di dalam kelas, dari pengalaman teman-teman, dari pengalaman orang-orang sukses.
Aktivitas siswa dipertajam dengan meningkatkan kemampuan bertanya dan mereka mencari sendiri jawabannya. Guru menggunakan contoh yang diperoleh dari analisis bacaan, kenyataan dan  yang  diangkat dari hasil  pengamatan maupun dan pengalaman belajar siswa.
Aktivitas dikembangkan dalam kerja sama tim. Guru mengembangkan kapasitas belajar individu melalui kerja sama dalam kelompok. Belajar merupakan proses interaksi sosial dengan sesama siswa yang saling mengasah, saling membantu untuk meraih keberhasilan kelompok  dan keberhasilan individu.
Pembelajaran merangsang seluruh panca indra, komponen jasmani dan rohani terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Lebih dari itu guru memberdayakan perilaku khas dengan menggunakan kaidah keterikatan dengan menyederhanakan kurikulum, mengurangi mata pelajaran, dan menambah jam belajar.
Keempat; Elemen Perubahan Penilaian
Penilaian menggunakan pendekatan otentik, menggunakan penilaian acuan patokan (PAP),  yaitu penilaian pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperoleh siswa terhadap skor ideal berbasis kompetensi, memanfaatkan portofolio sebagai  gambaran perkembangan hasil belajar dalam pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk.
Mengelola Perubahan
Sekolah telah mendapat pelajaran dari pengalaman menerapkan KTSP yang terintegrasi dengan upaya pemenuhan standar. Otonomi sekolah yang besar dalam menentukan kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan siswa tidak kunjung terwujud. Paradigma pembelajaran masih terikat pada tradisi sebelumnya. Pembelaran yang seharusnya berpusat pada siswa tetap tidak kunjung bergeser dari pembelajaran berpusat pada guru. Semua gejala tersebut menunjukkan bahwa sekolah belum berhasil mengelola perubahan. Oleh karena itu, kepala sekolah kini tertantang untuk lebih memusatkan perhatian pada penerapan manajemen perubahan.
Apakah manajemen perubahan? 
Dean Anderson dan Linda Anderson (2010) menyatakan bahwa mengelola perubahan merepresentasikan pengembangan keterampilan, metode, standar kinerja yang ada pada saat ini. Esensi perubahan adalah meningkatkan kesadaran yang disertai dengan aksi pada tataran praktis agar keadaan saat ini menjadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Fokus utama perubahan adalah memperbaiki keadaan sekarang serta menjamin adanya meningkatnya kinerja, perbaikan berkelajutan, dan  pemenuhan kepuasan (p.52).
Perubahan dapat dilakukan atas dua asumsi utama. Pertama, orang-orang memiliki kemampuan untuk berubah. Kedua, mereka melakukan perubahan sehingga menjadi lebih baik karena memiliki argumen yang tepat, tersedia sumber daya, memiliki motivasi dan terlatih. (p.55). 
Dari pernyataan tersebut kita memperoleh gambaran bahwa perubahan memerlukan argumen yang tepat, ketersediaan sumber daya , keterlatihan, dan motivasi yang kuat. Oleh karena itu kepala sekolah perlu memahami bahwa perubahan tidak hanya menyangkut masalah teknis, namun jauh menukik pada perubahan prilaku.
Prilaku kepala sekolah sendiri perlu berubah sehingga pada dirinya melekat sejulah karakter sebagaimana hasil studi yang dipimpin Gordon Mitchell (1999) menyatakan bahwa keberhasilan menerapkan manajemen perubahan memerlukan dukungan karakteristik kepala sekolah yang memenuhi indikator berikut:
  1. Berprilaku konstruktif.
  2. Berpikir positif tentang masa depan.
  3. Membangun persepsi pemangku kepentingan; pendidik, orang tua, dan siswa sehingga meyakini kepemimpinan kepala sekolah.
  4. Mengembangkan keterampilan interpersonal sebagai hal yang penting.
  5. Memiliki kedekatan hubungan dan bersikap koperatif dengan pemerintah.
  6. Memiliki dan memainkan peran :
    • sebagai pengendali yang memiliki integritas moral yang tinggi.
    • sebagai manajer krisis.
    • sebagai manajer multibudaya.
    • menjadi manajer partisipatif.
    • menjadi pelopor dalam mengembangkan berbagai alternatif. (p.1)
Hasil pemikiran Dean Anderson dan Linda Anderson menegaskan bahwa perubahan yang berhasil jika memenuhi lima kriteria, yaitu: (1) memiliki perencanaan baru (2) mengimplementasikan rancangan baru sebagai solusi (3) meraih target keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan (4) mengubah budaya organisasi sehingga mendukung perbaikan proses secara berkelanjutan (5) kapasitas perubahan organisasi berproses tanpa menimbulkan guncangan dengan menghasilkan pencapaian yang terbaik (p. 22)
Berikut model langkah praktis yang dapat kepala skeolah lakukan untuk mengembangkan 8 langkah praktis mengembangkan manajemen perubahan.
http://gurupembaharu.com/home/wp-content/uploads/2013/04/New-Picture.bmp
Dengan menggunakan 8 langkah di atas, para kepala sekolah dapat mencoba menerapkannya dalam pelaksanaan kegiatan dengan mengisi lembar analisis seperti pada Format Analisis Rencana Tindakan (72) terlampir.
Materi ini sebagai bahan pelatihan kepala sekolah Provinsi Jawa Barat di Bandung pada tanggal 2 April 2013.
Referensi:
Anderson, D. & Anderson, LA 2001. Beyon Change Management: Advanced Strategies for Today’s Transformational Leaders. San Francisco: Jossey-Bass.
David R. Krathwohl, 2000. A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview. http://rt3region7.ncdpi.wikispaces.net/file/view/8+Perspectives+on+RBT.pdf
Gordon Mitchell. 1999. Change Management: Best Practice in Whole School Development, Danida, Denmark.
Thomas L , Hunger David, Strategic Management and Business Policy. 1995. Addison-Wesley Publishing Company. California

Tidak ada komentar:

Posting Komentar