Sabtu, 30 November 2013

PANDUAN UMUM BIMBINGAN KONSELING



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCyZIhUfpCO8b4KmIavtJO_YofyS53f2Eg1pz2dL82wqao10879IVgnvRGVJOBCkMAcu7-U9k8M4fimns-vUkBxGs3ETI5Ttc04mUMgq5kb1DmAcQugrIv7lDLfIg7tv1cNW52Wkx6Ufo/s1600/logo-garuda_acehdesain.jpg
SAMBUTAN

WAKIL MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BIDANG PENDIDIKAN

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diberlakukan hampir satu dekade. Demikian pula kurikulum yang digunakan oleh satuan-satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang ada di tanah air, yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), telah pula diberlakukan selama tujuh tahun. Memperhatikan berbagai tuntutan perubahan dalam kehidupan lokal, nasional, dan global maka KTSP perlu penataan kembali dan penyempurnaan dalam rangka meningkatkan mutu dan daya saing hasil pendidikan. Pengembangan Kurikulum 2013 diharapkan mampu menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi.

Di dalam kurikulum terdahulu, sejak Kurikulum 1975 sampai dengan KTSP, pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan yang mengimplementasikan kurikulum tersebut. Dalam hal ini, pelayanan Bimbingan dan Konseling juga merupakan bagian integral dalam pelaksanaan Kurikulum Tahun 2013 oleh satuan pendidikan dalam rangka memperkuat proses pembelajaran yang diharapkan benar-benar mengupayakan pengembangan potensi peserta didik secara optimal, termasuk di dalamnya peminatan peserta didik. Dalam penyiapan implementasi Kuriklum 2013, Pengurus Bersar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) secara langsung diikutsertakan. Dengan demikian Pengurus Besar ABKIN memahami secara menyeluruh isi dan konstruksi Kurikulum 2013, termasuk arah dan posisi pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam kurikulum tersebut. Dengan latar belakang tersebut Pengurus Besar ABKIN ditugasi untuk menyusun Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Wilayah garapan program pelayanan Bimbingan dan Konseling pada jenjang pendidikan dasar dan menengah cukup luas dan penyelenggaraannya berada di dalam wilayah pembelajaran satuan pendidikan secara menyeluruh. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum pada Lampiran IV Bagian VIII mengenai Konsep dan Strategi Pelayanan Bimbingan dan Konseling mengemukakan komponen pokok yang memberi arah, substansi, strategi, waktu dan posisi pelaksanaan layanan serta pelaksana  layanan dan pihak-pihak lain tersebut bagi terselenggaranya pelayanan Bimbingan dan Konseling di satuan-satuan pendidikan.

Karena materi yang dimuat di dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 masih bersifat umum, maka diperlukan panduan yang khusus agar penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling terlaksana dengan alur program yang jelas dan terarah, efektif dan efisien. Panduan yang perlu disusun itu pertama-tama lebih bersifat menyeluruh yang memuat segenap pelayanan Bimbingan dan Konseling pada satuan-satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Permendikbud 81A Tahun 2013. Di samping itu dapat pula disusun panduan yang sifatnya lebih khusus untuk memaparkan arah program dan penyelenggaraan pelayanan dengan wilayah atau materi yang lebih spesifik diambil dari keseluruhan wilayah garapan Bimbingan dan Konseling. Untuk arah peminatan peserta didik pada satuan-satuan pendidikan, misalnya perlu disusun panduan khusus tersendiri.

Buku Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling  yang disusun oleh Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) baik yang memuat materi umum maupun khusus  dapat digunakan sebagai acuan bagi para pelaksana pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah meliputi guru BK atau konselor, pimpinan satuan pendidikan, guru mata pelajaran,  guru kelas dan wali kelas. Dengan demikian terjadi kerjasama yang saling menguntungkan bagi pengembangan potensi peserta didik secara optimal melalui kegiatan pembelajaran menyeluruh yang bermutu tinggi di satuan-satuan Pendidikan  Dasar dan Menengah.

Dalam konteks implementasi Kurikulum 2013, saya menyambut baik penerbitan Buku Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling untuk pendidikan dasar dan menengah yang diterbitkan oleh ABKIN. Dengan adanya buku panduan ini diharapkan pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat memfasilitasi satuan pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk SMA/MA dan SMK/MAK bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk membantu satuan pendidikan dalam memfasilitasi peserta didik dalam memilih dan menetapkan program peminatan akademik bagi peserta didik SMA/MA dan peminatan vokasi bagi peserta didik SMK/MAK serta pemilihan mata pelajaran lintas peminatan khusus bagi peserta didik SMA/MA. Selain itu buku panduan bimbingan dan konseling juga dimaksudkan untuk memfasilitasi guru BK atau konselor sekolah untuk menangani dan membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, pengembangan kehidupan sosial, pengembangan kemampuan belajar dan pengembangan karir, sehingga dapat  memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.

 Jakarta, 1 Oktober 2013
 Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
 Bidang Pendidikan

                                                    
                                                
                                                         
Prof. Dr. Ir. Musliar Kasim, M.S

  
  



 


 


KATA PENGANTAR

KETUA UMUM                                                                                                          ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA                      (ABKIN)

Tujuan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) ialah (1) aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan pemerintah; (2) mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan profesi yang bermartabat dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi;  dan (3) mempertinggi kesadaran, sikap dan kemampuan profesional konselor agar berhasilguna dan berdayaguna dalam menjalankan tugasnya.
ABKIN sebagai organisasi profesi berupaya mewujudkan perilaku profesional para anggotanya untuk menjunjung tinggi dan merealisasikan trilogi kemartabatan profesi bimbingan dan konseling, yaitu  pelayanan yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas, dilaksanakan oleh tenaga yang bermandat,dan diakui secara sehat dan kuat oleh Pemerintah dan masyarakat. Pengakuan dari Pemerintah tampaknya tidak perlu diragukan lagi, karena sejak gerakan bimbingan dan konseling pada tahun 1960-an Pemerintah telah memberikan rekomendasi, arahan dan fasilitas, serta pembinaan terhadap pengembangan gerakan bimbingan dan konseling. Sejak pendirian jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang pertama pada tahun 1963 di IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia) sehingga menjadi program Sarjana (S1), Magister (S2), dan Doktor (S3) Bimbingan dan Konseling di sejumlah Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) sampai dengan dibukanya program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang pertama  tahun 1999 di IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang).
Dalam dunia pendidikan, pelayanan bimbingan dan konseling secara terus menerus menjadi bagian terintegrasi dari program pendidikan dan implementasi kurikulum satuan pendidikan, sejak Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2006 sampai dengan Kurikulum 2013 yang diberlakukan sejak tahun 2013. Mengiringi implementasi masing-masing kurikulum tersebut disusun panduan untuk mengarahkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan isi dan konstruksi kurikulum yang dimaksud. Di samping itu, telah diterbitkan dan diberlakukan arahan dan aturan legal berskala nasional yang secara langsung terimplikasikan terhadap pelaksanaan dan pengembangan pelayanan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi. Aturan-aturan legal itu adalah sebagai berikut:

1.        Pada tahun 2001-2003 disusun Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang mulai tahun 2004 diberlakukan sebagai arahan resmi bagi penyelenggaraan program studi BK di LPTK, yaitu program Sarjana (S1) BK, program Magister (S2) BK dan program Doktor (S3) BK, serta program Pendidikan Profesi Konselor (PPK).

2.        Pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa konselor adalah pendidik profesional (Pasal 1 angka 6). Ketetapan ini juga menegaskan keberadaan dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi pengembangan bimbingan dan konseling sebagai bentuk pelayanan dan profesi dalam bidang pendidikan.
3.        Pada tahun 2006 ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menegaskan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling terarah kepada memperkuat pengembangan diri peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah dan diselenggarakan oleh konselor atau guru BK dalam rangka implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

4.        Pada tahun 2008 ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, yang menegaskan tentang beban kerja  guru BK atau konselor. Pasal 54 ayat (6) menyatakan bahwa beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 54 ayat (6) yang dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan dan konseling” adalah pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian, dan pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan memerlukan.

5.        Pada tahun 2010 ditetapkan  Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Pasal 22 ayat (5) menyatakan bahwa penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling  atau konselor dihitung secara proporsional berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150 (seratus lima puluh) orang siswa dan paling banyak 250 (dua ratus lima puluh) orang siswa per tahun.

6.        Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Standar kualifikasi akademik konselor yang dimaksud adalah kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah: (i) sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling; (ii) berpendidikan profesi konselor. Standar kompetensi konselor meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, yang berjumlah 17 kompetensi dan 76 sub kompetensi. Materi Permendiknas ini sepenuhnya menjadi acuan bagi penyelenggaraan program Pendidikan Profesi Konselor.

7.        Pada tahun 2013 ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah dan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan terkait dengan Pilihan Kelompok Peminatan, Pilihan Mata Pelajaran Lintas Kelompok Peminatan dan Pendalaman Mata Pelajaran, dimana Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai peran penting membantu peserta didik dalam memilih dan menetapkan arah peminatan.

Pada tahun 2013 ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Khusus Lampiran IV tentang Pedoman Umum Pembelajaran  Bagian VIII mengenai Konsep dan Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Peraturan ini paling lengkap memuat substansi tentang Bimbingan dan Konseling dan secara jelas menyebutkan hal-hal pokok yang menjadi kelengkapan substansi pelayanan Bimbingan dan Konseling baik dalam implementasinya Peraturan Meteri Pendidikan dan Kebudayaan ini di satuan-satuan pendidikan maupun sebagai suatu profesi. Substansi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memberikan konsep tentang arah layanan dan pengembangan BK, komponen dan strategi layanan, arah pelaksanaan, dan pelaksana layanan yaitu Guru BK atau Konselor  dan pihak-pihak yang terkait demi suksesnya pelayanan BK dalam rangka keseluruhan proses pembelajaran di satuan-satuan pendidikan.

Meskipun substansi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013  tentang Implementasi Kurikulum, khususnya terkait dengan bimbingan dan konseling sudah   cukup jelas, namun semuanya masih bersifat umum sehingga memerlukan panduan teknis bagi operasional penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling secara efektif dan bermutu tinggi. Dalam Peraturan tersebut secara sangat bijak disebutkan bahwa “... panduan teknis lebih lanjut dapat dikembangkan oleh direktorat dan/atau pemangku kepentingan lainnya yang terkait”. Dalam hal ini  ABKIN sebagai organisasi profesi  bimbingan dan konseling merupakan pemangku kepentingan yang sangat bertanggungjawab terhadap mutu layanan dan pengembangan profesi bimbingan dan konseling merasa    terpanggil untuk mengembangkan panduan teknis  pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan-satuan pendidikan yang secara keseluruhan mengacu kepada ketentuan yang ada dalam peraturan tersebut.
Pengurus Besar ABKIN dalam menyusun panduan teknis didorong pula oleh pengalaman yang secara langsung diperoleh melalui keikutsertaan    dalam persiapan implementasi  secara nasional Kurikulum 2013, dan secara langsung pula ditugasi oleh Wakil Menteri  Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan untuk menyusun Buku Panduan BK, sebagaimana   dinyatakan dalam sambutan tertulis beliau dalam Seminar Internasional Konseling Malindo-3 di Magelang tanggal 29-31 Mei 2013. Adalah merupakan kehormatan dan sekaligus merupakan tanggungjawab yang harus kami laksanakan demi suksesnya pelaksanaan pelayanan BK dalam Implementasi Kurikulum 2013 pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, selanjutnya itu menjadi kewajiban seluruh anggota ABKIN, khususnya Guru BK atau Konselor yang bekerja pada setiap satuan pendidikan.

Buku Panduan yang  dikembangkan oleh ABKIN meliputi:
a.         Buku Panduan Umum Bimbingan dan Konseling, yang memuat secara integral dan menyeluruh berbagai konsep dan strategi pelayanan bimbingan dan konseling secara teknis-operasional.

b.        Buku Panduan Khusus Bimbingan dan Konseling: Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik, yang memuat secara khusus hal-hal pokok yang perlu mendapat perhatian sepenuhnya oleh Guru BK atau Konselor berkenaan dengan pelayanan arah peminatan studi peserta didik.
Dipahami sepenuhnya bahwa pelayanan arah peminatan peserta didik merupakan bagian integral dari pelayanan BK secara menyeluruh, namun perlu pula mendapat perhatian sepenuhnya bahwa pelayanan arah peminatan tidak boleh dikaburkan oleh pelayanan BK secara menyeluruh. Dalam kedua Buku Panduan tersebut disertakan uraian yang lebih teknis operasional terinci disertai contoh-contoh konkrit berupa format dan isian tertentu.

Atas nama Pengurus Besar ABKIN kami mengucapkan terima kasih kepada (1) Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan yang telah memberikan dukungan dan sambutan dalam buku panduan ini ; (2) Fungsionaris dan anggota ABKIN, praktisi bimbingan dan konseling serta para pakar bimbingan dan konseling yang telah ikut berkontribusi dalam penyusunan dan terwujudnya buku panduan umum dan pandukan khusus pelayanan bimbingan dan konseling. Semoga  Buku Panduan Umum BK dan Panduan Khusus BK : Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik dapat bermanfaat untuk menfasilitasi satuan pendidikan dalam mewujudkan proses pembelajaran sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, minat dan karakteristik peserta didik , dan menfasilitasi guru BK atau Konselor dalam menjalankan tugas-tugas profesional secara bermartabat sehingga dapat membantu peserta didik kearah perkembangan optimal, kemandirian dan kebahagiaan dalam berbagai kehidupannya dengan dilandasi karakter budaya bangsa yang bermartabat.


Semarang, 2 Oktober 2013
Pengurus Besar ABKIN
Ketua Umum




Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons.







  
PENGANTAR
PENYELENGGARAAN

UNTUK PELAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
SECARA MENYELURUH DAN ARAH PEMINATAN
           
            Pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) baik dalam kategori yang disebut umum maupun arah peminatan peserta didik, dimulai sedini mungkin, yaitu sejak mereka menjalani pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan terus berlanjut pada jenjang pendidikan menengah pertama (SMP/MTs) dan menengah atas (SMA/MA dan SMK/MAK), sampai perguruan tinggi. Pelayanan khusus dalam arah peminatan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan BK secara menyeluruh, yang berarti bahwa pelayanan arah peminatan tidak boleh terabaikan oleh sibuknya para penyelenggara layanan melaksanakan layanan BK secara menyeluruh, dan sebaliknya pula pelayanan arah peminatan tidak boleh mendominasi sehingga  pelayanan BK menjadi tidak lengkap dan aspek keseluruhannya itu menjadi terganggu. Untuk ini Guru BK atau Konselor wajib mengimplementasikan kedua panduan penyelenggaraan BK yang ada, secara lengkap, utuh dan mantap, yaitu Panduan Umum BK dan Panduan Khusus Pelayanan BK Arah Peminatan Peserta Didik.
            Buku Pedoman Peminatan Peserta Didik yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan acuan untuk keseluruhan pelayanan BK dan tentunya sekaligus secara khusus untuk arah peminatan sasaran layanan. Substansi buku itu dapat dikaitkan dengan segenap komponen dan aspek BK secara keseluruhan meskipun materi spesifiknya adalah tentang peminatan peserta didik, sebagaimana menjadi kandungan isi buku tersebut. Perlu pula dipahami bahwa cakupan materi peminatan itu meliputi segenap rentang peminatan, baik secara horisontal, yaitu jenis-jenis arah peminatan yang meliputi peminatan akademik dan vokasional, dan juga peminatan ekstrakurikuler, maupun secara vertikal, yaitu kedalaman peminatan itu dikaitkan dengan jenjang pendidikan yang diikuti peserta didik, dari tingkat dasar, yaitu SD/MI, menengah, yaitu SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK, sampai perguruan tinggi.
            Di tingkat SD/MI peminatan peserta didik diarahkan untuk menekuni kegiatan belajar atau akademik, khususnya keseriusan untuk melanjutkan ke SMP/MTs, dan sedikit banyak terkait dengan pengertian awal tentang bekerja dan pekerjaan. Peminatan akademik itu selanjutnya diperluas dan diperdalam seiring dengan peminatan melanjutkan pelajaran ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu ke SMA/MA atau SMK/MAK beserta arah karir yang melekat pada peminatan studi yang lebih tinggi itu. Dengan peminatan yang lebih solid dan terintegrasikan itu peserta didik tamatan SMP/MTs telah memiliki konsep yang tegas dan jelas mau ke mana dan menjadi apa mereka itu selanjutnya setelah manamatkan SMP/MTs? Dengan demikian, sesungguhnyalah pada jenjang SMP/MTs itulah peminatan peserta didik benar-benar dikembangkan dan dibina sehingga ketika akan memasuki SMA/MA atau SMK/MAK sudah sangat jelas pada diri peserta didik (lulusan SMP/MTs) ketetapan tentang peminatan akademik dan vokasionalnya. Dengan arah seperti itu peran Guru BK atau Konselor sangatlah menentukan.
Pelayanan peminatan di SMA/MA/SMK/MAK merupakan kelanjutan atau bahkan impelementasi dari peminatan yang dikembangkan di SMP/MTs. Dengan mengikuti jalur akademik dan atau jalur vokasional di SMA/MA/SMK/MAK peserta didik terarah untuk merealisasikan peminatannya yang mereka bina sejak di SMP/MTs. Realisasi peminatan di SMA/MA/SMK/MAK itu dilengkapi dengan pendalaman mata pelajaran pilihan dan lintas mata pelajaran, dan juga peminatan melanjutkan studi ke perguruan tinggi yang menyertai jalur utama peminatan yang dimaksudkan itu. Dalam pengembangan arah peminatan akademik dan vokasional peserta didik perlu diperhatikan melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2013 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang menyandingkan jenjang kualifikasi pendidikan dan jenjang karir.
Dalam menjalani ragam peminatan di SMP/MTs dan SMA/MA/ SMK/MAK peserta didik menempuh kegiatan studi/pembelajaran dalam sistem yang disebut Sistem Kredit Semester (SKS). Substansi SKS ini dapat dipetik dari Permendikbud Nomor 81.A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Sistem ini  dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan SMP/MTs atau SMA/MA atau SMK/MAK yang terakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M). Dengan pengimplementasian substansi SKS itu maka penyelenggaraan pelayanan BK, baik yang dilabeli secara keseluruhan maupun khusus pelayanan peminatan, perlu mengintegrasikan substansi SKS yang dimaksudkan itu.
Dengan arahan sebagaimana diutarakan di atas kinerja pelayanan BK oleh Guru BK dan Konselor pada satuan-satuan pendidikan dengan sungguh-sungguh memperhatikan bahwa pelayanan BK :
1.      diselenggarakan di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah;
2.      mengintegrasikan pelayanan arah peminatan peserta didik dalam keseluruhan pelayanan BK, dengan menggunakan buku Panduan Umum dan Panduan Khusus Arah Peminatan Peserta Didik yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar ABKIN;
3.      menggunakan substansi buku Pedoman Peminatan Peserta Didik yang dikeluarkan oleh Kementerian;
4.      mengintegrasikan substansi SKS dalam pelayanan BK, khususnya pada satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA atau SMK/MAK yang terakreditasi A;
5.      mengintegrasikan arah kelanjutan studi ke perguruan tinggi bagi peserta didik SMA/MA atau SMK/MAK.

Penyusun





1 komentar: