SAMBUTAN
WAKIL MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BIDANG PENDIDIKAN
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diberlakukan hampir satu dekade.
Demikian pula kurikulum yang digunakan oleh satuan-satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang ada di tanah air, yang dikenal dengan
sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), telah pula diberlakukan
selama tujuh tahun. Memperhatikan berbagai tuntutan perubahan dalam kehidupan
lokal, nasional, dan global maka KTSP perlu penataan kembali dan penyempurnaan
dalam rangka meningkatkan mutu dan daya saing hasil pendidikan. Pengembangan
Kurikulum 2013 diharapkan mampu menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif dan afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan
pengetahuan yang terintegrasi.
Di dalam kurikulum terdahulu,
sejak Kurikulum 1975 sampai dengan KTSP, pelayanan Bimbingan dan Konseling
merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan yang mengimplementasikan
kurikulum tersebut. Dalam hal ini, pelayanan Bimbingan dan Konseling juga
merupakan bagian integral dalam pelaksanaan Kurikulum Tahun 2013 oleh satuan
pendidikan dalam rangka memperkuat proses pembelajaran yang diharapkan
benar-benar mengupayakan pengembangan potensi peserta didik secara optimal,
termasuk di dalamnya peminatan peserta didik. Dalam penyiapan implementasi
Kuriklum 2013, Pengurus Bersar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) secara langsung diikutsertakan. Dengan demikian Pengurus Besar ABKIN
memahami secara menyeluruh isi dan konstruksi Kurikulum 2013, termasuk arah dan
posisi pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam kurikulum tersebut. Dengan latar
belakang tersebut Pengurus Besar ABKIN ditugasi untuk menyusun Panduan
Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Wilayah garapan program pelayanan
Bimbingan dan Konseling pada jenjang pendidikan dasar dan menengah cukup luas
dan penyelenggaraannya berada di dalam wilayah pembelajaran satuan pendidikan
secara menyeluruh. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)
Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum pada
Lampiran IV Bagian VIII mengenai Konsep dan Strategi Pelayanan Bimbingan dan
Konseling mengemukakan komponen pokok yang memberi arah, substansi, strategi,
waktu dan posisi pelaksanaan layanan serta pelaksana layanan dan pihak-pihak lain tersebut bagi
terselenggaranya pelayanan Bimbingan dan Konseling di satuan-satuan pendidikan.
Karena materi yang dimuat di
dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 masih bersifat umum, maka diperlukan
panduan yang khusus agar penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling
terlaksana dengan alur program yang jelas dan terarah, efektif dan efisien.
Panduan yang perlu disusun itu pertama-tama lebih bersifat menyeluruh yang
memuat segenap pelayanan Bimbingan dan Konseling pada satuan-satuan pendidikan
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK sesuai dengan ketentuan
yang terdapat dalam Permendikbud 81A Tahun 2013. Di samping itu dapat pula
disusun panduan yang sifatnya lebih khusus untuk memaparkan arah program dan
penyelenggaraan pelayanan dengan wilayah atau materi yang lebih spesifik
diambil dari keseluruhan wilayah garapan Bimbingan dan Konseling. Untuk arah
peminatan peserta didik pada satuan-satuan pendidikan, misalnya perlu disusun
panduan khusus tersendiri.
Buku Panduan Pelayanan Bimbingan
dan Konseling yang disusun oleh Pengurus
Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) baik yang memuat
materi umum maupun khusus dapat
digunakan sebagai acuan bagi para pelaksana pelayanan Bimbingan dan Konseling
di sekolah. Pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah meliputi
guru BK atau konselor, pimpinan satuan pendidikan, guru mata pelajaran, guru kelas dan wali kelas. Dengan demikian
terjadi kerjasama yang saling menguntungkan bagi pengembangan potensi peserta
didik secara optimal melalui kegiatan pembelajaran menyeluruh yang bermutu
tinggi di satuan-satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Dalam konteks implementasi
Kurikulum 2013, saya menyambut baik penerbitan Buku Panduan Pelayanan Bimbingan
dan Konseling untuk pendidikan dasar dan menengah yang diterbitkan oleh ABKIN.
Dengan adanya buku panduan ini diharapkan pelayanan Bimbingan dan Konseling
dapat memfasilitasi satuan pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan yang
memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan
karakteristik peserta didik. Khusus untuk SMA/MA dan SMK/MAK bimbingan dan
konseling dimaksudkan untuk membantu satuan pendidikan dalam memfasilitasi
peserta didik dalam memilih dan menetapkan program peminatan akademik bagi
peserta didik SMA/MA dan peminatan vokasi bagi peserta didik SMK/MAK serta
pemilihan mata pelajaran lintas peminatan khusus bagi peserta didik SMA/MA.
Selain itu buku panduan bimbingan dan konseling juga dimaksudkan untuk
memfasilitasi guru BK atau konselor sekolah untuk menangani dan membantu
peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, pengembangan kehidupan
sosial, pengembangan kemampuan belajar dan pengembangan karir, sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Jakarta, 1 Oktober 2013
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Bidang Pendidikan
Prof.
Dr. Ir. Musliar Kasim, M.S
KATA
PENGANTAR
KETUA
UMUM
ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (ABKIN)
Tujuan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) ialah (1) aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional,
khususnya di bidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan
menunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan pemerintah; (2)
mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan profesi
yang bermartabat dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi; dan (3) mempertinggi
kesadaran, sikap dan kemampuan profesional konselor agar berhasilguna dan
berdayaguna dalam menjalankan tugasnya.
ABKIN sebagai organisasi profesi berupaya mewujudkan
perilaku profesional para anggotanya untuk menjunjung tinggi dan merealisasikan
trilogi kemartabatan profesi bimbingan dan konseling, yaitu pelayanan yang benar-benar bermanfaat bagi
masyarakat luas, dilaksanakan oleh tenaga yang bermandat,dan diakui secara
sehat dan kuat oleh Pemerintah dan masyarakat. Pengakuan dari Pemerintah
tampaknya tidak perlu diragukan lagi, karena sejak gerakan bimbingan dan
konseling pada tahun 1960-an Pemerintah telah memberikan rekomendasi, arahan
dan fasilitas, serta pembinaan terhadap pengembangan gerakan bimbingan dan
konseling. Sejak pendirian jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang pertama pada
tahun 1963 di IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia) sehingga
menjadi program Sarjana (S1), Magister (S2), dan Doktor (S3) Bimbingan dan Konseling
di sejumlah Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) sampai dengan
dibukanya program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang pertama tahun 1999 di IKIP Padang (sekarang
Universitas Negeri Padang).
Dalam dunia pendidikan, pelayanan
bimbingan dan konseling secara terus menerus menjadi bagian terintegrasi dari
program pendidikan dan implementasi kurikulum satuan pendidikan, sejak
Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2006 sampai dengan
Kurikulum 2013 yang diberlakukan sejak tahun 2013. Mengiringi implementasi masing-masing
kurikulum tersebut disusun panduan untuk mengarahkan pelaksanaan pelayanan
bimbingan dan konseling sesuai dengan isi dan konstruksi kurikulum yang
dimaksud. Di samping itu, telah diterbitkan dan diberlakukan arahan dan aturan
legal berskala nasional yang secara langsung terimplikasikan terhadap
pelaksanaan dan pengembangan pelayanan bimbingan dan konseling sebagai suatu
profesi. Aturan-aturan legal itu adalah sebagai berikut:
1.
Pada tahun 2001-2003 disusun Dasar
Standarisasi Profesi Konseling yang mulai tahun 2004 diberlakukan sebagai
arahan resmi bagi penyelenggaraan program studi BK di LPTK, yaitu program
Sarjana (S1) BK, program Magister (S2) BK dan program Doktor (S3) BK, serta program
Pendidikan Profesi Konselor (PPK).
2.
Pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menegaskan bahwa konselor adalah pendidik profesional (Pasal 1 angka 6).
Ketetapan ini juga menegaskan keberadaan dan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi pengembangan bimbingan dan konseling sebagai bentuk
pelayanan dan profesi dalam bidang pendidikan.
3.
Pada tahun 2006 ditetapkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menegaskan bahwa
pelayanan bimbingan dan konseling terarah kepada memperkuat pengembangan diri
peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah dan diselenggarakan
oleh konselor atau guru BK dalam rangka implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
4.
Pada tahun 2008 ditetapkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, yang menegaskan
tentang beban kerja guru BK atau
konselor. Pasal 54 ayat (6)
menyatakan bahwa beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang
memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan
dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun
pada satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 54
ayat (6) yang dimaksud dengan “mengampu
layanan bimbingan dan konseling” adalah pemberian perhatian, pengarahan,
pengendalian, dan pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh)
peserta didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka
terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang dianggap
perlu dan memerlukan.
5.
Pada tahun 2010 ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional
dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Pasal 22 ayat (5) menyatakan bahwa penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor
dihitung secara proporsional berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150
(seratus lima puluh) orang siswa dan paling banyak 250 (dua ratus lima puluh) orang siswa per tahun.
6.
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, Pasal 1 ayat (1)
menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku
secara nasional. Standar kualifikasi akademik konselor yang dimaksud adalah kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan
pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah: (i) sarjana pendidikan (S-1)
dalam bidang bimbingan dan konseling; (ii) berpendidikan profesi konselor. Standar
kompetensi konselor meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, yang
berjumlah 17 kompetensi dan 76 sub kompetensi. Materi
Permendiknas ini sepenuhnya menjadi acuan bagi penyelenggaraan program Pendidikan
Profesi Konselor.
7.
Pada tahun 2013 ditetapkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas /Madrasah
Aliyah dan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Sekolah Menengah Kejuruan terkait dengan Pilihan Kelompok Peminatan, Pilihan
Mata Pelajaran Lintas Kelompok Peminatan dan Pendalaman Mata Pelajaran, dimana
Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai peran penting membantu
peserta didik dalam memilih dan menetapkan arah peminatan.
Pada
tahun 2013 ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Khusus Lampiran
IV tentang Pedoman Umum Pembelajaran Bagian
VIII mengenai Konsep dan Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Peraturan
ini paling lengkap memuat substansi tentang Bimbingan dan Konseling dan secara
jelas menyebutkan hal-hal pokok yang menjadi kelengkapan substansi pelayanan Bimbingan
dan Konseling baik dalam implementasinya Peraturan Meteri Pendidikan dan
Kebudayaan ini di satuan-satuan pendidikan maupun sebagai suatu profesi.
Substansi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memberikan konsep
tentang arah layanan dan pengembangan BK, komponen dan strategi layanan, arah
pelaksanaan, dan pelaksana layanan yaitu Guru BK atau Konselor dan pihak-pihak yang terkait demi suksesnya
pelayanan BK dalam rangka keseluruhan proses pembelajaran di satuan-satuan
pendidikan.
Meskipun
substansi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, khususnya
terkait dengan bimbingan dan konseling sudah
cukup jelas, namun semuanya masih bersifat umum sehingga memerlukan
panduan teknis bagi operasional penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan
konseling secara efektif dan bermutu tinggi. Dalam Peraturan tersebut secara
sangat bijak disebutkan bahwa “... panduan teknis lebih lanjut dapat
dikembangkan oleh direktorat dan/atau pemangku kepentingan lainnya yang terkait”.
Dalam hal ini ABKIN sebagai organisasi profesi bimbingan dan konseling merupakan pemangku
kepentingan yang sangat bertanggungjawab terhadap mutu layanan dan pengembangan
profesi bimbingan dan konseling merasa
terpanggil untuk mengembangkan panduan teknis pelayanan bimbingan dan konseling pada
satuan-satuan pendidikan yang secara keseluruhan mengacu kepada ketentuan yang
ada dalam peraturan tersebut.
Pengurus Besar
ABKIN dalam menyusun panduan teknis didorong pula oleh pengalaman yang secara
langsung diperoleh melalui keikutsertaan
dalam persiapan implementasi
secara nasional Kurikulum 2013, dan secara langsung pula ditugasi oleh
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang
Pendidikan untuk menyusun Buku Panduan BK, sebagaimana dinyatakan dalam sambutan tertulis beliau
dalam Seminar Internasional Konseling Malindo-3 di Magelang tanggal 29-31 Mei
2013. Adalah merupakan kehormatan dan sekaligus merupakan tanggungjawab yang
harus kami laksanakan demi suksesnya pelaksanaan pelayanan BK dalam
Implementasi Kurikulum 2013 pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, selanjutnya
itu menjadi kewajiban seluruh anggota ABKIN, khususnya Guru BK atau Konselor
yang bekerja pada setiap satuan pendidikan.
Buku Panduan
yang dikembangkan oleh ABKIN meliputi:
a.
Buku Panduan Umum Bimbingan dan Konseling, yang
memuat secara integral dan menyeluruh berbagai konsep dan strategi pelayanan
bimbingan dan konseling secara teknis-operasional.
b.
Buku Panduan Khusus Bimbingan dan
Konseling: Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik, yang memuat
secara khusus hal-hal pokok yang perlu mendapat perhatian sepenuhnya oleh Guru
BK atau Konselor berkenaan dengan pelayanan arah peminatan studi peserta didik.
Dipahami sepenuhnya bahwa pelayanan arah
peminatan peserta didik merupakan bagian integral dari pelayanan BK secara menyeluruh,
namun perlu pula mendapat perhatian sepenuhnya bahwa pelayanan arah peminatan
tidak boleh dikaburkan oleh pelayanan BK secara menyeluruh. Dalam kedua Buku
Panduan tersebut disertakan uraian yang lebih teknis operasional terinci
disertai contoh-contoh konkrit berupa format dan isian tertentu.
Atas nama Pengurus Besar ABKIN kami
mengucapkan terima kasih kepada (1) Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Bidang Pendidikan yang telah memberikan dukungan dan sambutan dalam buku
panduan ini ; (2) Fungsionaris dan anggota ABKIN, praktisi bimbingan dan
konseling serta para pakar bimbingan dan konseling yang telah ikut
berkontribusi dalam penyusunan dan terwujudnya buku panduan umum dan pandukan
khusus pelayanan bimbingan dan konseling. Semoga Buku Panduan Umum BK dan Panduan Khusus BK :
Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik dapat bermanfaat untuk menfasilitasi
satuan pendidikan dalam mewujudkan proses pembelajaran sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, minat dan karakteristik peserta didik , dan menfasilitasi guru BK
atau Konselor dalam menjalankan tugas-tugas profesional secara bermartabat
sehingga dapat membantu peserta didik kearah perkembangan optimal, kemandirian
dan kebahagiaan dalam berbagai kehidupannya dengan dilandasi karakter budaya
bangsa yang bermartabat.
Semarang,
2 Oktober 2013
Pengurus
Besar ABKIN
Ketua
Umum
Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons.
PENGANTAR
PENYELENGGARAAN
UNTUK
PELAYANAN
BIMBINGAN
DAN KONSELING
SECARA
MENYELURUH DAN ARAH PEMINATAN
Pelayanan
Bimbingan dan Konseling (BK) baik dalam kategori yang disebut umum maupun arah peminatan peserta didik, dimulai sedini mungkin, yaitu sejak
mereka menjalani pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah
Ibtidaiyah (MI), dan terus berlanjut pada jenjang pendidikan menengah pertama
(SMP/MTs) dan menengah atas (SMA/MA dan SMK/MAK), sampai perguruan tinggi.
Pelayanan khusus dalam arah peminatan merupakan bagian tak terpisahkan dari
pelayanan BK secara menyeluruh, yang berarti bahwa pelayanan arah peminatan tidak
boleh terabaikan oleh sibuknya para penyelenggara layanan melaksanakan layanan
BK secara menyeluruh, dan sebaliknya pula pelayanan arah peminatan tidak boleh
mendominasi sehingga pelayanan BK
menjadi tidak lengkap dan aspek keseluruhannya itu menjadi terganggu. Untuk ini
Guru BK atau Konselor wajib mengimplementasikan kedua panduan penyelenggaraan
BK yang ada, secara lengkap, utuh dan mantap, yaitu Panduan Umum BK dan Panduan
Khusus Pelayanan BK Arah Peminatan
Peserta Didik.
Buku
Pedoman Peminatan Peserta Didik yang
dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan dan
Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
merupakan acuan untuk keseluruhan pelayanan BK dan tentunya sekaligus secara
khusus untuk arah peminatan sasaran layanan. Substansi buku itu dapat dikaitkan
dengan segenap komponen dan aspek BK secara keseluruhan meskipun materi
spesifiknya adalah tentang peminatan peserta didik, sebagaimana menjadi
kandungan isi buku tersebut. Perlu pula dipahami bahwa cakupan materi peminatan
itu meliputi segenap rentang peminatan, baik secara horisontal, yaitu jenis-jenis arah peminatan yang meliputi
peminatan akademik dan vokasional, dan juga peminatan ekstrakurikuler, maupun
secara vertikal, yaitu kedalaman peminatan
itu dikaitkan dengan jenjang pendidikan yang diikuti peserta didik, dari
tingkat dasar, yaitu SD/MI, menengah, yaitu SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK, sampai
perguruan tinggi.
Di
tingkat SD/MI peminatan peserta didik diarahkan untuk menekuni kegiatan belajar
atau akademik, khususnya keseriusan untuk melanjutkan ke SMP/MTs, dan sedikit
banyak terkait dengan pengertian awal tentang bekerja dan pekerjaan. Peminatan
akademik itu selanjutnya diperluas dan diperdalam seiring dengan peminatan
melanjutkan pelajaran ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu ke SMA/MA atau
SMK/MAK beserta arah karir yang melekat pada peminatan studi yang lebih tinggi
itu. Dengan peminatan yang lebih solid dan terintegrasikan itu peserta didik
tamatan SMP/MTs telah memiliki konsep yang tegas dan jelas mau ke mana dan menjadi apa
mereka itu selanjutnya setelah manamatkan SMP/MTs? Dengan demikian,
sesungguhnyalah pada jenjang SMP/MTs itulah peminatan peserta didik benar-benar
dikembangkan dan dibina sehingga ketika akan memasuki SMA/MA atau SMK/MAK sudah
sangat jelas pada diri peserta didik (lulusan SMP/MTs) ketetapan tentang
peminatan akademik dan vokasionalnya. Dengan arah seperti itu peran Guru BK
atau Konselor sangatlah menentukan.
Pelayanan peminatan di
SMA/MA/SMK/MAK merupakan kelanjutan atau bahkan impelementasi dari peminatan
yang dikembangkan di SMP/MTs. Dengan mengikuti jalur akademik dan atau jalur
vokasional di SMA/MA/SMK/MAK peserta didik terarah untuk merealisasikan
peminatannya yang mereka bina sejak di SMP/MTs. Realisasi peminatan di
SMA/MA/SMK/MAK itu dilengkapi dengan pendalaman mata pelajaran pilihan dan
lintas mata pelajaran, dan juga peminatan melanjutkan studi ke perguruan tinggi
yang menyertai jalur utama peminatan yang dimaksudkan itu. Dalam pengembangan
arah peminatan akademik dan vokasional peserta didik perlu diperhatikan melalui
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2013 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang menyandingkan
jenjang kualifikasi pendidikan dan jenjang karir.
Dalam menjalani ragam peminatan
di SMP/MTs dan SMA/MA/ SMK/MAK peserta didik menempuh kegiatan
studi/pembelajaran dalam sistem yang disebut Sistem Kredit Semester (SKS). Substansi SKS ini dapat dipetik dari
Permendikbud Nomor 81.A Tahun 2013 tentang Implementasi
Kurikulum. Sistem ini dapat
diselenggarakan oleh satuan pendidikan SMP/MTs atau SMA/MA atau SMK/MAK yang
terakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M).
Dengan pengimplementasian substansi SKS itu maka penyelenggaraan pelayanan BK,
baik yang dilabeli secara keseluruhan maupun khusus pelayanan peminatan, perlu
mengintegrasikan substansi SKS yang dimaksudkan itu.
Dengan arahan sebagaimana
diutarakan di atas kinerja pelayanan BK oleh Guru BK dan Konselor pada
satuan-satuan pendidikan dengan sungguh-sungguh memperhatikan bahwa pelayanan
BK :
1. diselenggarakan
di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah;
2. mengintegrasikan
pelayanan arah peminatan peserta didik dalam keseluruhan pelayanan BK, dengan
menggunakan buku Panduan Umum dan Panduan Khusus Arah Peminatan Peserta Didik
yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar ABKIN;
3. menggunakan
substansi buku Pedoman Peminatan Peserta
Didik yang dikeluarkan oleh Kementerian;
4. mengintegrasikan
substansi SKS dalam pelayanan BK, khususnya pada satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA
atau SMK/MAK yang terakreditasi A;
5. mengintegrasikan
arah kelanjutan studi ke perguruan tinggi bagi peserta didik SMA/MA atau
SMK/MAK.
Penyusun
Thank's Infonya Bray .. !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id