Kamis, 10 Februari 2011

SEKS BEBAS DIKALANGAN REMAJA SAAT INI DAN PENANGANANNYA

Mengapa remaja `menghalalkannya’? Di zaman modern kini, banyak yang lebih terbuka dalam membicarakan perihal seks dari berbagai sudut dan perspektif walaupun masih ada yang menganggap adalah sesuatu yang ‘tabu’ (pantang) dan tidak pantas diperkatakan, terutama oleh mereka yang belum menikah. Lupakan sejenak perbedaan pendapat ini karna kenyataannya, semakinbanyaki remaja terlibat dalam aktivitas seks luar nikah.
Menurut Tinjauan Seks Sedunia Durex 2004 – memaparkan 350,000 responden dari 41 negara – secara putra, seseorang pertama kali melakukan hubungan seks buat pertama kalinya antara usia 16 tahun dan 20 tahun atau rata-rata usia 17.7 tahun.
Sukar untuk mempercayai masalah tersebut yang berlaku di kalangan masyarakat yang membesarkan anak mereka dengan gambaran bahawa seks adalah satu perkara yang ‘tidak baik’ melainkan adanya ikatan pernikahan antara dua pasangan lelaki dan perempuan.
Tidakkah mereka memikirkan masa depan yang akan gelap jika hamil sebelum menikah ? Apakah yang akan terjadi pada sekolahnya atau kerja mereka? Sekolah gagal, kerja pun dipecat.
Belum lagi membuat malu pada diri, keluarga dan masyarakat. Sanggup dibuang keluarga karna mencoreng arang ke muka mereka semata-mata kerana mengikut nafsu? Sanggup `dihukum’ karena merusak anak gadis orang? Pendek kata, dunia akan `hancur’!!!
Kebanyakan remaja yang terlibat dalam hubungan seks menyadari bahwa perbuatan mereka itu salah, tetapi masih membiarkan nafsu menguasai diri dibandingkan menggunakan akal fikiran yang waras.
Ada juga yang terlibat dalam seks luar nikah ini memberi berbagai alasan – seperti tekanan hidup – untuk menghalalkan’ perbuatan mereka.Misalnya sering dimarahi orangtua, keluarga broken home, ditinggal pacar, dan lain-lain.
Bukan itu saja, ada yang melakukan seks oral (hubungan seks yang melibatkan mulut dan alat tertentu saja) dengan anggapan bahwa ini ‘ringan’ dan tidak akan menyebabkan kehamilan.Harus diingat, biarpun tidak menyebabkan kehamilan, ia masih berisiko untuk menyebarkan penyakit kelamin, herpes, sifilis dan hepatitis, sama seperti hubungan seks secara langsung. Banyak remaja juga menerima perlakuan `intim’ seperti berpeluk, berciuman atau seks antara pasangan kekasih, sebagai sesuatu yang normal.
Pihak terkait, terutama orang tua harus memandang serius masalah ini. Melihatkan peningkatan angka kelahiran anak luar nikah dan pengguguran bayi, remaja seharusnya diberitahukan mengenai keburukan perbuatan ini pada fizikal, emosi, mental, sosial dan spiritual kepada pelakunya.
Pakar Psikologi dari Malaysia , Prof Dr Sarinah Low Abdullah berkata, sebagian orang tua tidak menitikberatkan pendidikan seks kepada anak-anak sehingga menyebabkan anak-anak itu berusaha mendapatkan informasi sendiri daripada sumber lain seperti teman, buku, majalah, web atau (vcd) porno.Katanya, anak-anak ini harus diberi pendidikan nilai dan spiritual, yang akan membantu menjadi benteng menangani gejala tidak sehat.“Tanpa nilai ini, remaja akan mudah `tergoda’ dengan rayuan dan ajakan untuk melakukan perbuatan tidak baik karena tidak adanya disiplin dan prinsip yang kukuh untuk dipegang,” tuturnya.
Hubungan kekeluargaan yang erat juga mampu menghindarkan golongan remaja dari melakukan perbuatan yang negatif dan pada waktu yang sama, remaja juga harus berfikir dengan lebih rasional dan tidak terlalu terikut-ikut dengan budaya yang tidak baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar